Cofid19 telah merubah hampir semua tatanan kehidupan yang telah terbangun sepanjang kehidupan manusia. Salah satu dampak yang terlihat adalah tsunami hilangnya rasa kenyamanan dalam berusaha dan bekerja. Ribuan tempat usaha terpaksa menutup usahanya akibat pandemik yang entah kapan normal kembali. Imbasnya tentu saja pada jutaan tenaga kerja produktif.

Kehidupan laksana roda tiba-tiba berada di bawah dalam sekejap. Kebingungan melanda jutaan pekerja, pedagang, usahawan bahkan negara. Kita semua berharap pandemik cepat berlalu. Namun kenyataannya berkata lain karena hingga saat ini PSBB demi PSBB terus sambung menyambung entah sampai kapan. Jika kesadaran menggunakan protekoler kesehatan masih diabaikan pastinya hidup normal bagai menggantang asap di dulang. Yang artinya seperti memasak asap. Sia-sia belaka. Bisa dipastikan kehidupan akan semakin sulit saja.

Resesi dunia kemungkinan besar akan terjadi. Semua orang sedang berjuang mengatasi kesulitan hidupnya di berbagai bidang. Mereka berusaha untuk bersahabat dengan keadaan dan berbuat sesuatu agar imbasnya tidak terlalu besar di kehidupannya. Berusaha melakukan sesuatu sesuai jangkauannya. Terseok-seok hanya untuk hasil menyambung hidup. Lalu apakah kita harus menyerah pada keadaan? Sementara hidup perlu ongkos yang tidak bisa dibayar hanya dengan keluhan-keluhan dan sumpah serapah. Rasa lapar anak istri dan anggota keluarga tidak bisa kita berikan hanya dengan kata NANTI ya..? Mindset harus diupgrade. Mental pekerja/pegawai dirubah menjadi preneur-preneur baru. Mengapa? Karena usahawan juga pasti mengurangi karyawannya lalu mengalihkan penjualan produk secara online. Selanjutnya akan terus melakukannya sehingga rekruitmen baru semakin jarang

Disinilah kisah kami dimulai. Saat itu bulan Juli 2020. Masa lockdown. Hampir semua orang stay at home. No work outside. Hidup berbekal dana tabungan seadanya. Saya di rumah berpikir bagaimana caranya tetap bisa aman khususnya ketahanan pangan tanpa keluar rumah dan tentu saja aman secara finansial. Maklum ibu rumah tangga dengan profesi ganda sebagai guru. Pasti punya paranoid tersendiri jika berhubungan dengan finansial keluarga. Ingin usaha tapi modal ringan, mudah dijalankan dan cepat balik modal.Kebetulan anak laki-laki kami adalah mahasiswa POLBANGTAN Bogor (id deptan). Kami berdiskusi, bagaimana jalan keluarnya agar tetap bisa hidup normal secara finansial dan pangan bisa mudah didapat di sekitar kita.

Terbersit sebuah lahan kosong tepat di samping rumah seluas 100m2 yang sudah lama ingin digunakan. Biasanya hanya dipakai untuk membuang sampah dan membakarnya saja. Penuh rumput ilalang dan kotor sekali. Kami memutuskan untuk mulai membersihkannya. Bergotong royong hingga menjadi sebuah lahan yang siap diolah. Mulailah dibuat bedengan dengan tambahan dolomit agar tanah menjadi lebih subur untuk ditanami. Setelah beberapa hari kami pun dengan semangat menanam beberapa jenis sayuran. Kangkung, jagung, sawi, singkong, cabe adalah tanaman pertama kami.

Tanaman itu seperti menghidupkan nyawa kami kembali. Ada semangat baru, harapan baru setiap hari. Menyiramnya dua kali sehari dan memberi pupuk seminggu sekali menjadi rutinitas berkebun kami kemudian. Merawat kebun yang menghijau sambil mendengarkan kicauan burung setiap pagi, ketenangan jiwa yang luar biasa tak bisa dikatakan. Rasa fresh dan gembira dinikmati beserta secangkir teh hangat dari teko blirik hijau dan pisang rebus atau singkong sebagai sarapan pagi sebelum wfh dimulai. Perasaan yang sukar dilukiskan.

Setelah Dua puluh hari kami berhasil memanen kangkung perdana. Hasilnya ada yang kami bagikan ke tetangga sekitar, keluarga dekat dan sisanya barter ke tukang sayur yang lewat depan rumah dengan bahan pangan lain yang kami perlukan. Bahagia itu begitu sederhana kami rasakan saat itu. Hasil sisa menjual kangkung dibelikan bibit tanaman kembali. Setiap bulan ada saja tanaman kami yang bisa dipanen. Kami gunakan untuk keperluan makan sehari-hari. Kesederhanaan yang mewah penuh syukur atas nikmatNya saat itu.

Berikutnya kami mulai memikirkan peluang usaha yang mungkin untuk saat itu. Tidak terlalu muluk. Minimal bisa memenuhi kebutuhan bulanan kami. Anak kami mencetuskan idenya tentang ternak lele kolam terpal. Mulailah berliterasi dari modal usaha, benefit hingga faktor kegagalan, dan sebagainya. Kami memutuskan untuk mencoba ternak lele pada kolam bulat berdiameter 2m dan tinggi 1,2m. Kami akan isi 2000 ekor bibit lele dengan optimis dan berani. Mengingat kami pemula, langkah ini bisa disebut berani. Pemula nekat. Pasti gagal. Kata mereka.

Benar saja setelah tiga hari tantangan pertama mulai menghampiri. Kematian masal ikan kami terjadi juga. Sehari bisa 50 hingga 100 ekor ikan yang mati. Semua shock berat. Speechlees. Ternyata tidak semudah yang diceritakan youtube. Uji mental dimulai. Apalagi seminggu kemudian tersisa hanya sekitar 200 ekor. Makin drop saja semangat kami.

Tak mau menyerah, kami berliterasi kembali dan mulai mengikuti arahan-arahannya. Pertama treatment kondisi kolam, dan memberi beberapa perlakuan sambil terus mencari solusi dari berbagai sumber. Yang penting kita harus tetap tenang, tidak panik. Dan tidak takut gagal.

Akhirnya Anak kami menemukan solusi untuk meminimalisir kematian ikannya. Sebuah racikan jamu-jamuan yang sumbernya ada di kebun kami. Setelah diuji coba beberapa kali terbukti tingkat kematian ikan semakin berkurang. Selanjutnya tidak ada kematian lagi. Syukurlah badai telah berlalu. Hikmah dari kesulitan itu adalah ada satu pembelajaran inkuiri yang didapat dari praktik pengalaman langsung, yaitu empon-empon pun berlaku juga untuk ikan agar kuat menahan terpaan penyakit. Luar biasa temuan ini. Optimisme kami tumbuh kembali.

Tidak kapok, Kami menambahkan ikan lele menjadi genap 2000 ekor kembali. Kali ini berkolaborasi dengan sistem vertiminaponik. Yaitu ternak ikan dengan sayuran diatasnya menggunakan media tanam zeolid. Bibit kangkung di tebar padat pada talang air berisi zeolid beraneka ukuran. Fungsi zeolid selain sebagai media tanam adalah untuk menjernihkan dan menghilangkan bau tak sedap dari kotoran lele. Kotoran lele itu menjadi pupuk bagi sayuran kangkung itu sendiri. Sayuranpun akan tumbuh subur secara organik dengan sistem perputaran air beralur layaknya hidroponik. Sehingga produksi amoniak dari kotoran ikan dapat diminimalisir, kematian ikanpun ditekan sekecil mungkin.

Ternak lele sistem vertiminaponik

Hasilnya, setelah 1 bulan 15 hari kemudian, kami sudah panen kangkung yang padat dan sehat beromzet 200.000 rupiah dan 250 kg ikan siap panen beromzet Rp 4.500.000. Sungguh hasil yang menggembirakan. Sukar diungkapkan. Peluang usaha di kebun kami itu benar ada dan kami wujudkan. Apalagi kami penganut faham usaha modal cepat balik. Hal ini cukup membuat kami sulit tidur karena memikirkan keuntungan yang menggiurkan dalam waktu singkat. Setiap bulan seperti mendapat gaji bulanan, benarkah semudah itu?

Kami putuskan, usaha ini wajib diseriuskan. Penuh keyakinan karena telah mengetahui SOP temuan sebelumnya. Terpenting segera action. Setelah ambil keputusan harus di eksekusi segera. Yang penting berani dulu. Mental menyusul. Nekat kuadrat. Rasanya tidak ada tempat untuk kata gagal dalam setiap bagian isi otak kami saat itu.

September akhir 2020, Mulailah menjalankan rencana bonek itu(bondo nekat-bhs daerah Jatim, artinya orang nekat) . Kondisi negara sudah new normal dengan tetap wfh dan home learning bagi pelajar khususnya anak-anak kami. Artinya tetap masih di rumah saja. Di sela-sela kesibukan harian, anak-anak mencari botol- botol bekas air mineral ukuran 1L. Mereka mencarinya di pengumpul tidak jauh dari rumah. Mereka akan membuat hidroponik dari botol bekas yang diletakkan di atas kolam ikan nantinya. Sebagai orang tua kami hanya mensuplai dana selebihnya anak-anak yang antusias menyiapkannya. Kerjasama ini sungguh suatu hal yang patut disyukuri. Keintiman dan jalinan kasih diantara kami menjadi semakin erat dan mesra. Alhamdulillah.

Memutuskan menggunakan kolam terpal kotak dengan pertimbangan lebih murah dan mudah saat pemberian pakan nanti. Kami memesan 2 kolam terpal sekaligus. Rencananya akan menanam 3000 ekor ikan lele tiap kolam ukuran sangkal. Ukuran ini bisa panen rentang waktu 30-45 hari. Jadi seperti tujuan semula bahwa kami perlu usaha bulanan yang bisa menunjang keperluan kami selama sebulan. Simpel memang. Praktiknya? Entahlah.

Setelah kolam siap, 6000 lebih bibit lele ukuran sangkal ditebar di dua kolam sama banyak. Hampir 250 kg beratnya. Jika hitungan kami tidak meleset, sebulan kemudian dari 125 kg/kolam akan menjadi 425 kg/kolam atau senilai Rp 7.650.000. Total omzet 1 bulan untuk 2 kolam kotak kurang lebih 15 juta rupiah. Jadi, setiap bulan dari 3 kolam berlaba bersih mencapai 10 – 12 juta. saat ini kami sedang menunggu panen perdana kami dari 3 kolam tersebut. Rencananya tanggal 25 Oktober nanti kita akan panen raya. Insya Allah. Amin yra

Ternal Lele Sistem Aquaponik

Namun sayangnya namanya usaha pasti ada tantangannya. Angan-angan dari hitungan sungguh manis dan menggiurkan. Kenyataannya, kami harus bekerja super keras agar tidak merugi. Pemilihan kolam kotak ternyata pilihan yang kurang tepat. Ikan mudah mendapat penyakit baik dari perubahan cuaca, suhu, dan keadaan air. SOP yang kami kerjakan tidak terlalu berefek pada lele kolam kotak kami.

Kesalahan fatal diawal pembibitan. Pemula nekat ya begini. Saat Mereka memindahkan ikan, menuangkan semua ikan dan airnya sekaligus dari drum ke kolam kotak, kita biarkan saja karena ketidaktahuan. Air ikan yang dituang itu ternyata berisi muntahan lele dan kotorannya saat stress selama perjalanan. itu sumber bibit penyakit dan bakteri untuk ikan lainnya. Kami baru mengetahui setelah mengevaluasi semuanya. Tantangan lain, ternyata diantara ikan-ikan itu ada banyak yang berwarna kuning. Artinya ada banyak ikan pembuat mati masal di kolam kotak. Penyakit kuning pada ikan memiliki daya tular sangat cepat. Kami tidak menyadarinya sama sekali. Satu minggu di kolam, kondisi ikan lincah, mau makan, gesit, kolam hijau bagus, aliran sirkulasi air lancar ternyata tidak menjamin bahwa ikan berada dalam kondisi aman terkendali.

Seminggu kemudian, Ikan mulai mati masal. Satu hari lebih 50 ikan mati. Esoknya Kamipun berliterasi kembali. Kami tak mau menyerah. Pasti ada jalan. Setelah tiga hari, ikan mulai kami treatment. Ikan berwarna kuning kami pisahkan ke UGD berupa ember besar. Lalu kolam dikuras 2 kali sehari selama 3 hari berturut-turut sampai kondisi habitatnya sehat kembali. Dan ikan kami puasakan selama 1 minggu. Tindakan itu dilakukan terus jika masih ada ikan yang berwarna kuning. Hari berikutnya kematian bisa ditekan cukup baik. Usaha itu membuahkan hasil. Warna kuning ikan berangsur-angsur hilang dan sehat kembali. Warna kolam hijau jernih dan tak berbau.

Syukurlah Kami berhasil mengatasi kematian masal akibat penyakit kuning pada lele. SOP untuk penanggulangannya tidak lupa dicatat seksama karena penyakit ini tidak akan pernah benar-benar hilang. Akan muncul kembali sewaktu-waktu jika kondisi cuaca tidak mendukung. Jadi perlu diperhatikan tanda-tandanya untuk kecepatan pencegahannya. Seperti covid juga versi lele Tantangan demi tantangan kami atasi satu persatu. Dan sekarang kami mulai menikmati setiap kali uji adrenalin datang. Rasa puas dan bahagia terasa berbeda saat berhasil mengatasi kesulitan bersama-sama. Menjadi catatan bahwa pemilihan kolam merupakan bagian terpenting dari sebuah tujuan beternak lele.

Budidaya lele terpal sistem aquaponik memang bernilai estetika tinggi dibanding kolam bulat. Dengan sistem tebar padat pada bibit sayuran yang diletakkan pada gelas sebagai pengganti netpod hidroponik di atas kolam, menjadikan areal kolam seperti sawah di atas kolam dengan tempat yang berwarna warni sangat menarik siapapun yang melihatnya. Botol-botol tempat netpod yang dialiri air akan jatuh ke kolam layaknya air terjun. Kami menyebutnya air terjun pelangi.

Saat kita mulai bergerak. Jika kita percaya dan yakin maka semesta akan membantu kita mewujudkannya. Begitu pula kolam kami yang kemudian kami namakan “LEOPONIK FARM” (Peternakan Lele hidroponik).

Tak ada yang menyangka, Saat ini usaha nekat kami itu hanya dalam waktu 3 bulan menjadi agroeduwisata kecil bagi masyarakat sekitar. Bahan bertanya ibu-ibu PKK, Anak-anak dengan orang tuanya yang datang untuk sekedar memberi makan ikan sambil memanen kangkung, mengajarkan mencintai makhluk hidup. Kami juga ajak mereka menanam kembali bibit sayuran ditempat yang sama dengan tempat sayuran yang telah mereka panen. Bahkan menjadi inspirasi bagi mereka yang ingin memiliki usaha di masa pandemik dan pekerja jelang atau masuk masa purna tugas. Belum lagi menjadi motivasi warga sekitar untuk menggiatkan potensi lahan kosong menjadi sesuatu yang menghasilkan semakin meningkat.

Leoponik Farm

Semua kami lakukan karena tidak mau menyerah pada keadaan. Saling bekerjasama dalam keluarga, saling menguatkan satu sama lain, tentu saja memberi arti bahwa apapun harus diperjuangkan sampai berhasil. Bersatu kita teguh. Bersatu kita kuat. Bersatu kita hasilkan karya.

Man jadda wa jadda.

Saatnya mulai bergerak!

By: Dina Hervita di Leoponik Farm

Kunjungan ibu-ibu PKK
Panen kangkung
Tengkulak konsumen kami
Kegiatan memberi pakan ikan
Dikunjungi ibu-ibu pengajian- memanen kangkung sendiri dan menanam bibitnya kembali
Edukasi sambil memberi makan ikan
Agroeduwisata Depok